Forum Diagnosticum No. 5/2012 25(OH)D, RESISTENSI INSULIN DAN INFLAMASI PADA PRIA OBESITAS SENTRALForum Diagnosticum No. 5/2012 25(OH)D, RESISTENSI INSULIN DAN INFLAMASI PADA PRIA OBESITAS SENTRAL
Source: http://infolaboratoriumkesehatan.wordpress.com/2013/02/06/forum-diagnosticum-no-52012-25ohd-resistensi-insulin-dan-inflamasi-pada-pria-obesitas-sentralforum-diagnosticum-no-52012-25ohd-resistensi-insulin-dan-inflamasi-pada-pria-obesitas-sentral/
Gambar Ilustrasi
Obesitas merupakan penyakit metabolik
yang terjadi di seluruh dunia dan secara progresif berperan terhadap
beberapa penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) tipe 2, hipertensi,
dislipidemia dan penyakit kardiovaskular (PKV) (1). Obesitas
dikarakterisasi oleh rendahnya regulasi keseimbangan antara asupan
energy (konsumsi makanan) dan energi yang dipakai (2). Penelitian yang
dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) pada 6000
orang membuktikan bahwa prevalensi obesitas di Indonesia semakin
meningkat.
Apabila dibandingkan dengan data pada
tahun 1998, angka kejadian obesitas pada pria meningkat hingga mencapai
9,16% (1998 : 2,5%) dan 11,02% pada wanita (1998 : 5,9%) (HISOBI, 2004).
Prevalensi nasional obesitas umum (usia >15 tahun) di Indonesia
diperkirakan sebesar 19,1% (8,8% overweight dan 10,3% obes) dan
prevalensi obesitas sentral sebesar 18,8% (KemenKes, 2010). Prevalensi
obesitas nasional di Indonesia lebih besar pada wanita (23,8%) dibanding
pria (13,9%) (3).
Pada keadaan obes, jaringan adiposa
memproduksi berbagai sitokin dan hormon (adipokin atau adipositokin)
yang berpengaruh terhadap perkembangan DM Tipe 2 (T2DM) dan Penyakit
Jantung Koroner (PJK), diantaranya adalah adiponektin
(4). Adiponektin merupakan adipositokin yang jumlahnya paling melimpah
dan ditemukan mengalami penurunan pada kondisi obesitas, T2DM dan PJK.
Kondisi hipoadiponektinemia dihubungkan dengan kolesterol High-Density Lipoprotein (HDL) yang rendah, menurunnya ukuran partikel Low- Density Lipoprotein (LDL) serta meningkatnya penanda inflamasi sistemik seperti High Sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP).
Oleh karena itu, konsentrasi adiponektin dapat digunakan sebagai suatu
indikator yang penting untuk penyakit metabolik dan inflamasi (5).
Selain sebagai penanda inflamasi
sistemik, hs-CRP juga merupakan predictor PKV yang baik. Beberapa studi
menunjukkan bahwa terdapat hubungan berbanding terbalik antara CRP dan
level messenger RNA (mRNA) adiponektin (6). Akhir–akhir ini,
terjadi peningkatan ketertarikan ilmuwan akan peran vitamin D dalam
menjaga konsentrasi normal kalsium dan fosfat. Sebagian besar
ketertarikan akan peran vitamin D ini didukung oleh data terbaru yang
diambil dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)
bahwa lebih dari 90% penduduk kulit hitam, Hispanik, dan Asia di
Amerika Serikat menderita kekurangan vitamin D (25-Hidroksivitamin D
(25(OH)D) atau calcidiol < 30 ng/mL) (7).
Prevalensi defisiensi vitamin D di
Indonesia yang diteliti oleh Setiati pada tahun 2008 dengan sampel 74
wanita berusia 60-90 tahun bertempat tinggal di Panti Werdha Jakarta dan
Bekasi sebesar 31,5% (8). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Green tahun 2008, prevalensi defisiensi vitamin D pada wanita berusia
18-40 tahun di Jakarta sebesar 63% (9). Temuan ini menunjukkan bahwa
letak lintang suatu negara yang terkena paparan sinar matahari tidak
menjamin di negara tersebut tidak terjadi defisiensi vitamin D.
Defisiensi vitamin D pada populasi dewasa diketahui berkontribusi pada
perkembangan berbagai penyakit kronis termasuk PKV, hipertensi, DM,
beberapa penyakit inflamasi, autoimun dan kanker sehingga sangat
bermanfaat untuk menjaga konsentrasi optimal vitamin D (10).
Beberapa penelitian yang berkembang
menduga bahwa 25(OH)D selain merupakan indikator status vitamin D, juga
memiliki hubungan terbalik dengan peningkatan adiposit, homeostasis
glukosa, profil lipid serta tekanan darah mendekati peran klasiknya
dalam homeostasis kalsium dan metabolisme tulang. Penelitian yang
dilakukan Forouhi (2008)
pada subjek kulit putih di U.K menunjukkan adanya hubungan terbalik yang signifikan antara konsentrasi 25(OH)D serum dengan nilai Homeostatic Model Assesment- Insulin Resistance (HOMA-IR) setelah dipantau selama 10 tahun (11). Adanya perubahan homeostasis kalsium dan vitamin D berkaitan dengan resistensi insulin, penurunan fungsi sel beta, sindrom metabolik, intoleransi glukosa dan DM (12). Peran vitamin D pada metabolisme glukosa diantara orangorang yang mengalami intoleransi glukosa belum jelas mekanismenya dan memerlukan penelitian lebih lanjut (13). Meskipun sudah terdapat beberapa penelitian yang menghubungkan status vitamin D terhadap kejadian resistensi insulin, data penelitian di Asia masih sangat terbatas.
Forum Diagnosticum No. 5/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar